Sebelum cerita ini, klik disini
Malam ini benar-benar bersahabat dengan perut kosong
semilir angin dan tangisan burung malam yang menggema masuk di sela-sela sel
yang karat. Sudah kejadian tentu, dengan malam yang pekat, yang orang sudah
lelap dengan tidurnya, Kamto tidak dapat memejamkan matanya dengan sempurna.
Tetap dengan posisi favoritnya.
Hati Kamto mulai panas-sepanas matahari yang sudah
tinggi lurus diatas ubun-ubun kita pembakarannya bukan hanya sampai di otak
tapi juga di hati. Hanya Kamto yang berdiri di paling depan meneriakkan segala
kata-kata yang kadang tersusun dengan rapi dan berapi-api sementara di belakang
Kamto meskipun dengan posisi duduk tetap semangat menyanyikan lagu-lagu
kebanggan mereka, lagu tentang rakyat negaranya.
Ditengah-tengah lagu, yang ruhnya begitu kuat dengan
jajaran Kamto, tanpa komando Kamto menerobos pintu rumah itu juga diikuti orang
di belakangnya, Sempurna! Kamto lebih leluasa menuntut!
“Kami sudah ada di dalam, kami harap yang bertanggung
jawab atas tuntutan kami, segera keluar!” teriak Kamto tanpa Toa.
“Keluar, keluar, keluar...” orang-orang dibelakang
Kamto juga berteriak-teriak.
“Sekarang kami akan menunggu dengan hitungan tiga
puluh menit!”
Kamto menyanyikan lagu yang dibangga-banggakannya
dalam keadaan lemah, lemas tak berdaya demi membakar jiwanya agar tidak
menyerah sampai disini. Jalan panjang dengan terkaman demi kebenaran masih
menghantui pikiran Kamto, ini tidak boleh dibiarkan! Geming Kamto. Sekarang
tidak bisa menerobos pintu seperti tiga tahun yang lalu bukan karena pintu
ruang sekap itu terbuat dari besi, tapi tubuh kamto yang sudah ringkih ditambah
perut yang tidak tahu mengeluh bagaimana lagi, agar terisi.
Memang lebih baik seperti ini, menyanyikan lagu dan
melamun mengingat masa tiga tahun silam, tidur adalah hal yang sia-sia untuk
keadaan disini, hanya untuk mempercepat hari esok yang cerah dengan sinar yang
mampu masuk, sekecil apapun celah itu. Klakson mobil dan bau asap pabrik dekat
dimana Kamto berada terdengar bising dan mengganggu penciuman Kamto.
“Anjing! Aku tertidur!” Kamto mengumpat dirinya
sendiri, akibat tadi malam dia tertidur ketika lamunan tentang Kamti kekasihnya.
Rasa lelah dan menikmati lamunan mungkin salah satu sebabnya. Tapi pagi ini
sampai pagi sangat cerah, petugas dengan pentungan karet plastik atau besi itu belum nampak juga. Disela-sela itu, pikiran nakalnya mulai hadir kembali “aku
harus pulang!”
***
“Bangsatt! Berani baraninya anak itu! Awas!” umpat
petugas yang melihat temannya tergeletak dengan besi panjang diperutnya.
“Anton, Rudi... Siapkan pasukan!” perintah teman yang
lainnya.
Kamto cerdik, cerdas, pintar! Dia berhasil keluar dari
ruang sekap itu lebih cepat, membuat petugas geram dengan ulahnya, keadaan menjadi
tambah parah.
Ya, pagi itu seperti kilat ide datang dengan sangat
sempurna, tak sedikit Kamto mengenal yang ada di sel yang berbeda dengannya,
lebih nyaman.
Dia tidak bergerak sama-sekali ketika petugas datang,
ada di pojok dengan posisi yang sama, malam harinya dia bangkit untuk meminta
bantuan orang dikenalnya di sel lain untuk mendapatkan nasi! Kemarin-kemarinnya
masih belum berani lantaran orang yang diluar juga masih merasa kelaparan. Yang
sekarang demi Kebebasan dan memperjuangkan kebenaran.
“Dua Sembilan, Tiga puluh...” Kamto terpaksa naik
ke lantai dua, menemui orang yang punya rumah, tapi tidak bisa, petugas keamanan
sudah siap siaga di tangga.
Pasukan kamto tidak mudah menyerah, dorongan kuat dari
semangat yang ada memancing tenaga untuk menerobos naik.
Berhasil! Kamto tepat berada di ruanga bertulisan
“Ruang Pimpinan”
Kamto mendobrak pintu itu, ruangan itu kosong, ruangan itu hanya ada meja kursi dan lembaran-lembaran data yang bersirat resmi,
data-data yang mungkin ada untuk manipulasi harta kampus, itu yang dituntut
Kamto.
Ternyata Pimpinan melewati pintu belakang.
Sama dengan Kamto, dalam seminggu dia tak pernah
bergerak –kalau ada petugas. Meski di tendang, di pukul, di injak kepalanya,
tangannya digores dengan silet, perih. Tapi demi keluar dari ruang panas itu,
dia harus menahan, selama seminggu untuk mengumpulkan tenaganya.
Tiga hari sudah berlalu rancana itu. Satu senjata
menjadi alat untuk melancarkan rencana, Besi. Yang didapat dari temannya, entah
dari mana besi itu, ada banyak cara untuk mendapatkan itu. Handphone
saja sudah tidak asing lagi di dunia sel, apalagi besi yang tidak berharga itu,
apalagi? Kamar khusus? Ada, malah ada yang dikunci dari dalam, bukan dari luar,
seperti kamar sendiri! Sel macam apa aku tidak mengerti yang jelas, sel yang
seperti ini tidak layak untuk dikatakan Neraka Dunia.
Kesokannya, petugas itu tidak datang lagi ke ruangan
sekap, tidak ada kode dari yang diluar, dua hari berlalu dengan kejadian yang
sama, Kamto kembali pulih, tenaganya sudah kembali normal, luka sayatan kering,
kaki dan tangan tidak nyeri, hanya bekas luka, dan lebam saja.
Kamto seakan menembus lorong waktu, menerjang semua
kemungkinan kegagalan, kelewatan cerdik hingga lancar tanpa halangan, mulus
halus tanpa petugas yang harus mati khusus. Lima hari sudah berlalu Ketika senja
kembali turun menutup kota, menjemput petang dengan bintangnya kawinkan sepi
dan sepoi-sepoi meniti bulan yang separuh hadirnya dalam malam.
“Woooy Pimpinan kabur lewat pintu belakang...” teriak
Kamto di lantai dua.
Ternyata orang-orang di bawah tidak menggubris
teriakan itu, mereka tidak menghiraukan teriakan itu, bukan karena sudah pulang
atau putus asa. Kamto bingung. Dia berniat turun, tapi, petugas keamanan –yang ini
milik negara, lebih dulu naik ke lantai dua, ya. mereka yang dibawah kalang
kabut memikirkan diri sendiri, juga ada yang memikirkan temannya, tapi sedikit.
Merka kabur menyelamatkan diri dari keamanan tadi. Petugas hanya mendapatkan
dua orang saja, di tambah satu, Kamto.
Hanya menunggu Fajar tiba, Kamto yakin bisa keluar
dari ruang darah itu. Malam itu kamto menyiapkan segala sesuatunya mulai dari
jalan menuju pintu rahasia lewat belakang milik petugas. Kamto memang kelewat
pintar untuk hal ini, kaau pimpinannya kabur lewat pintu beakang yang
jelas-jelas ada, Kamto lebih hebat di bisa menemukan pintu rahasia petugas.
Fajar sudah tiba, mengantarkan mentari untuk berangkat
kerjanya, seperti orang kantoran yang setiap hari dihantarkan supirnya, bedanya
kalau orang kantoran harus menyibak kemacetan.
Kamto mengedor pintu ruang sekap itu. Lalu satu orang
petugas datang melihat keadaan, sempurna! Kamto berhasil menusuk besi ke perut
petugas yang baru saja membuka pintu, tanpa perlawanan petugas langsung
tergeletak begitu saja. Kunci sudah di tangan, seragam untuk penyamaranpun
sudah melekat di badan. Petugas telanjang bulat berlumuran darah.
Tanpa ragu berlagak layaknya petugas, dengan mulus melewati
pintu rahasia.
Tanpa menunggu waktu.
Tanpa teman.
Tanpa pertolongan.
Kamto ditangkap Polisi, al hasil kamto di penjara
lima tahun penjara. Siapa sangka Kamto mendapatkan pelayanan yang khusus. Dengan pentungan
dan silet makanannya.
Tanpa menunggu waktu
Tanpa teman.
Tanpa pertolongan
Kamto langsung ke rumah pimpinan tempat bersejarah
bagi Kamto. Di depan gerbang, tidak ada yang mengenalinya.
“Woooy pimpinan, saya harap anda keluar!”
“Saya Kamto, menuntut kejelasan tentang tiga tahun
yang lalu.”
“Mengapa anda tidak menyelamatkan kami!”
“Apa anda takut dengan kami?”
“Kami hanya ingin kejelasan!”
“Kebenaran yang kami tunggu waktu itu.”
Dengan sekejap orang yang dulu kalang kabut kembali
bersatu.
“Kalian tunggu Pimpinan di pintu belakang, saya akan
menunggunya disini.” Perintah kamto kepada pasukan.
0 komentar:
Posting Komentar