Tukang
Cerita itu bercerita tentang kepercayaan…
Masihkah
dibilang rahasia, kalau diceritakan kepada orang lain?
Fajar
muncul kembali setelah beberapa jam mendekam di tempatnya, wajah para pekerja
sudah mulai sadar dari lusuhnya tubuh, rasa enggan bangkit dari tempat tidur
bagi mereka yang tidak ada rencana untuk hari ini, rasa masih letih bagi mereka
yang semalam bercinta dengan pasangannya, segera bangkit bagi mereka yang
menyongsong fajar sampai senja.
Seperti
biasa Erlita enggan utnuk keluar rumahnya, hatinya masih lusuh akibat semalam.
***
“Erlita,
ceritakan padaku saja, aku akan menyimpannya baik-baik,” kata tetangganya
“Erlita,
Padaku saja, ada jaminan untukmu,” kata tukang sampah.
Semua
tetangga berebut menjadi tempat cerita rahasianya Erlita, rahasia yang
satu-satunya masih disimpan rapat-rapat. Tetangganya tahu dari tetangga yang
lain, dan yang lain tahu dari orang lain juga, katanya Erlita pernah bercerita
padanya kalau ada satu cerita yang membuat orang sejahtera.
Erlita,
tetap di dalam kamarnya, sedang orang mulai dari pagi menunggu di depan
rumahnya. Dia mengintip dari kamarnya yang ada di lantai dua, tinggal
membukanya saja, lalu jongkok sedikit, orang-orang yang menunggu sudah
kelihatan. Bukan hanya tetangga saja yang duduk di depan rumahnya, ada juga
wartawan, mulai dari Koran, majalah dan televisi, lokal maupun nasional. Mereka
setia menunggu Erlita.
Siang
akan menjelang, terik matahari semakin menyengat sampai ke ubun, wartawan masih
sibuk dengan laporan yang itu-itu saja, tentang orang yang menunggu, orang yang
menggelar tikar, samapai membawa makanan, tak jarang mereka membawa anaknya.
Dikiranya Erlita akan percaya kepada anak kecil, kalau memang Erlita tidak
percaya kepada orang yang sudah dewasa. Buktinya, mulai kemarin Erlita di
datangi orang kantoran, pejabat tinggi sampai pebisnis internasional sekalipun,
tapi mereka keluar dengan wajah yang kendor menunduk, bak keluar dari bar dan
kalah main judi.
Terdengar
suara air dari kamar mandi erlita yang ada di lantai dasar, suara air buat
orang yang di luar riuh, mereka kembali berkoar-koar menyampaikan jaminannya. Tanpa
mereka bertanya, mengapa Erlita baru mandi jam dua siang begini? Para wartawan
langsung melaporkan kejadian terupdate,
Final Badminton Indonesia melawan China pun kalah update dengan Erlita yang hanya sedang mandi, wanita umur 32 itu.
“Baik
pemirsa, laporan dari kami, bahwa Erlita sedang mandi, wanita yang ditunggu-tunggu
oleh kalangan ini sudah beranjak dari kamarnya, sepertinya dia akan keluar
rumah siang ini. Yang menunggu dari pagi belum beranjak dari tempatnya, semakin
lama semakin banyak, tanah lapang di depan rumah Erlita tidak mencukupi. Banyak
mobil dan sepeda motor yang diparkir disana, tenda-tenda sudah berdiri dan….”
Suara
pintu terbuka…
Erlita
sudah selasai mandi.
“Oh…
Pemirsa, keadaaan semakin berdesak-desakan untuk dapat yang paling depan, Suara
pintu kamar mandi Erlita terdengar sampai keluar, tinggal menunggu Erlita
berdandan dan mungkin dia akan keluar rumah. Semakin lama semakin penasaran
dengan rahasia itu, rahasia yang membuat mereka sejahtera, tanpa mempertanyakan
mengapa bisa dia punya rahasa yang begitu.”
Erlita,
sudah tidak percaya lagi kepada teman, kerabat, tetangga, apalagi orang yang
tak dikenlanya. Satu tahun yang lalu Erlita dipecat dari kantornya karena
sahabat kantornya menceritakan rahasia Erlita tentang kelakuan di kantornya
yang selalu memakai fasilitas WiFi untuk ngobrol dengan teman baru jejaring
sosial. Dua bulan selanjutnya Erlita pisah dengan suaminya, kepala desa yang
dipecayai Erlita menceritakan Erlita yang biasa mampir ke Bar dan tidur dengan
laki-laki lain meskipun tidak bercinta.
Siluet
senja terpancar hingga tampak tenda yang sudah berdiri, berubah menajdi oranye
buram, sudah empat jam Erlita tidak keluar setelah dikabarkan mandi tadi, lalu
terdengar suara orang turun dari tangga, orang-orang semakin berdesakan,
menyenggol, yang belakng mendorong agar yang di depan jatuh, yang didepan tarik
menarik baju, sampai ada yang sobek, juga sampai ada yang telanjang dada,
wanita dan laki-laki, tak pandang siapa mereka berebutan ada yang di depan, bak
antrian beras dua puluh kilo dari Presiden, keringat bercampur dengan ludah
yang meloncat dari teriakan, sudah tidak ingat yang lain selain ingin mendapatkan
cerita rahasia Erlita yang katanya membuat orang sejahtera.
Semakin
malam, semakin banyak kesempatan Erlita keluar, biasanya Erlita menghabiskan
malamnya di bar. Dan pulang diantar laki-laki dengan mobil mewah, kadang juga
diantar orang yang sering muncul di tivi, baik sinetron atau berita. Para
penunggu masih saja sibuk dengan saingannya, tenaganya tidak berkurang sedikit
saja, banyak juga yang berjatuhan, terinjak dan tak berdaya.
“Erlita…
Keluar, aku akan menikahimu, kalau kamu memilihku,” teriak laki-laki yang
berhasil ada di depan dengan keadaan telanjang dada, hanya tersisa celana
dalam, tiba-tiba ada yang menariknya kebelakang, dan terjatuh, mungkin
istrinya.
“Erlita,
aku ingin sejahtera bersamamu… aku batalkan kontrakku dengan kolegaku.” Jasnya
lusuh, dasinya sudah ada di kantongnya, tapi tidak masuk semua.
“Ada
kursi kosong, akan aku berikan untukmu, Erlita, Tiga tahun lagi kau jadi orang
kaya selama lima tahun kedepan,” orang itu berteriak dari atas mobil mewahnya.
“Baik
pemirsa, Para wartawan ada di zona aman yaitu jarak sepuluh meter dari rumah
Erlita, disana sebagian wartawan memanfaatkan mobilnya untuk memblokir lahan khusus
untuk waratan agar bisa mendapatkan gambar lebih dekat. Sampai saat ini para
penunggu masih belum ada yang pulang, perkiraan kami, ini akan berlangsung sampai
Erlita keluar, mungkin tiga tahun lagi, atau sepuluh tahun lagi, mereka akan
tetap menunggu rahasia yang berefek sejahtera itu. Dari berbagai kalangan dan
berbagai cara, agar Erlita keluar, mereka berteriak dengan jaminan atau janji
yang benar-benar gila, mulai dari turun jabatan sampai menjual semua hartanya.
Tenda yang dari tadi berdiri tegak sudah roboh tak ada ampun, Dan….”
Ada
kertas terbang muncul dari jendela kamar Erlita, semua orang merebutnya, surat
itu terbang mengikuti desahan angin, sampai lima meter jaraknya, layaknya bebek
yang diarahkan, penunggu rahasia mengkuti kertas itu, sampai akhirnya kertas
itu turun perlahan, dan ada di gengaman wanita yang masih memakai pakaian utuh.
“Jangaaaaaaaan!”
teriak orang itu.
Tiba-tiba
semuanya diam!
“Kertas
ini, aku akan baca!”
Aku akan keluar, dengan
syarat kalian damai, tentram, tidak ada lagi kericuhan, dan kecurangan, saling
percaya, adil satu sama lain. beri aku jarak satu meter saja, nanti ku pilih
untuk medengar ceritaku.
Bisa?
“Bisa”
Penunggu berteriak kompak.
Erlita
keluar…
Semua
berlarian…
Erlita
masuk lagi. Penunggu mundur sampai satu meter.
Semuanya
diam, mereka sadar kembali. Saling memandang. Banyak wanita yang hanya tersisa
kutang dan celana dalamnya saja, mereka salah tingkah, dan pria yang memandang
memegang kelaminnya. Para wartawan terkekeh.
“Baik,
aku akan ceritakan kepada kalian semua…” Erlita keluar.
“Kok
bisa?” wanita dengan wajah yang memar dan luka di bagian pipi bertanya.
“Apa
kalian ingin sejahtera sendiri, Hah! Macam apa kalian ini?”
Para
wartawan sibuk maju kedepan.
“Tapi
apa semua berhak sejahtera?” laki-laki berjas lusuh menyangkal.
“Ya,
termasuk penipu sekalipun!”
“Bagaimana masih ingin tahu rahasiaku
satu-satunya?”
Semua
saling menoleh, bertanya-tanya. Sedang wartawan menjawab kompak “Masih…”
“Bagaimana?”
Tiba-tiba
semua orang pergi, kecuali wartawan, namun Erlita masuk ke rumahnya.
“Jadi
cerita atau tidak?” tanya salah seorang wartawan
“Orang-orang
pada pulang, tidak seru!”
“Baik
pemirsa, ternyata Erlita tidak jadi bercerita, karena semua orang pergi, mereka
kecewa, karena cerita akan diceritakan kepada orang banyak. Sekian!”
“Mereka
bodoh! Toh meskipun di ceritakan kepada satu orang, tetap saja orang lain tahu,
kan ada media! Bah!” Erlita berteriak dari dalam rumah.
***
“Kenapa
kok tidak bercerita orang yang terpecaya saja, seperti presiden atau yang buat
aturan, kan mereka punya kebiasaan tidak melanggar,” Tanya pendengar cerita.
Tukang
cerita itu Tertawa…
“Terus
rahasianya apa? Apa tetap dikitakan Rahasia, kalau ada orang yang tau?”
Para
pendengar diam!
“Kalau
iya, siap-siap saja untuk ketahuan banyak orang…” Tukang cerita tertawa lebar