Aku

Han, Lelaki di semua masa dan peristiwa Erlita

Thank's

Terima Kasih atas kunjungannya, salam Kenal! :)
Home » » Sandal Mahal Milik Pak Jendral

Sandal Mahal Milik Pak Jendral


Google
Dicari
Pencuri Sandal mahal milik Jendral Suryo.
Dengan ciri-ciri Pencuri selalu memakai sandal jepit warna biru sebelah kanan dan hijau sebelah kiri!
Bagi yang menemukan, akan mendapatkan hadiah Satu Juta!
Semua orang pada ribut membicarakan Si Pencuri sandal Jendral Suryo. Pak Jendral yang terkenal di kampung Jagalan itu. Kabarnya Si Pencuri adalah anak sekolahan SMP. Setiap Pak Jendral pergi ke masjid sandalnya selalu hilang, meski dengan penjagaan ketat oleh anak buahnya. Ya, Si Pencuri memang kadang menukar sandal Jendral itu!
***
“Di, Andi, kau jangan pakai sandal jepitmu yang beda itu, nanti kau bisa dibunuh begitu saja!” Pak Narto, Bapaknya Andi melarang.
“Ada apa, pak? Ada apa dengan sandalku? Ini kan sandalku dari dulu,” Andi tak mengerti.
“Ada pencuri sandal Pak Jendral, katanya selalu memakai sandal warna biru sebelah kanan, hijau sebelah kiri, bapak takut kau yang dituduh, bisa mati kau!” jelas Pak Narto.
Semua teman-teman Andi setiap pulang sekolah langsung mengganti alas kakinya dengan sandal jepit seperti yang ada di selebaran itu, termasuk anak Pak Jendral. Pak Jendral sangat geram dengan kelakuan anak-anak kampung. Tak segan-segan Jendral memarahi, memaki, pun memaksa melepaskan sandal jepit lalu membuangnya, termasuk anaknya.
Oh, tidak! Tidak semua yang begitu, Andi memilih mendekam di rumahnya, berdiam diri, tak pernah keluar rumah seusai pulang sekolah. Dia takut dibunuh, sandal satu-satunya, sandal yang dilarang dipakai di kampungnya, Andi tidak mau memakai sandal baru, sandal itu adalah pemberian ibunya sebelum meninggal.
Hanya hitungan hari topik pembicaraan di warung, di pangkalan ojek, di pasar bukan si pencuri lagi, tapi Andi.
“To, anakmu kemana? Tak pernah kelihatan main-main lagi? Kemana dia?” tanya Kirman, teman seprofesi yang lagi santai di tempat kerjanya, pangkalan ojek.
“Dia tidak pernah keluar karena sandalnya pak Jendral itu,” jawab Pak Narto tanpa ekspresi.
“Kenapa? Dia yang mencuri?” tanya Kirman lagi.
“Hah! Apaan kau bilang? Tidak mungkin anakku yang mencuri, dia Cuma taku saja,” jawab Pak Narto sedikit emosi.
“Halaahh alasan kau aja itu! Dari dulu, kan anakmu yang pakai sandal begituan,” Kirman membantah.
“Jangan asal tuduh kau, Man!” lau Pak Narto pulang ingin membuktikan kalau tuduhan itu tidak benar, Pak Narto tidak terima kalau dituduh sembarangan.
“Jangan bohong, To! Ngaku saja!” teriak Kirman.
***
 Sesampai di rumahnya, Pak Narto masih emosi dengan tuduhan tadi. Pintu rumahnya dibanting begitu saja, tak ada orang lain selain Andi. Andi kaget! semakin takut, mengira kalau yang membanting pintu adalah Pak Jendral.  Pintu kamarnya dikunci, duduk memeluk lututnya di pojok.
“Andi!” teriak Pak Narto. Tak ada jawaban!
“Keluar kau, Nak!” Pak Narto semakin Emosi, kalut sekaligus takut, kalau benar, bisa mati dia!
Tubuh Andi bergetar, suara yang dari luar tak dapat dia tebak, suara yang keras yang dia tahu di kampung hanya milik Pak Jendral terhormat itu. Tubuh kurusnya tak mampu menahan ketakutan, getaran itu tak mampu dikontrol. Tak banyak berpikir, dia langsung melompat dari jendela kamarnya. Membawa sandal jepit itu, lalu berlari melarikan diri.
***
“Pak, sudah ketemu pencurinya?” tanya penjaga warung belakang rumah Pak Narto.
“Belum.” jawab Pak Jendral singkat. Lalu beranjak.
Andi yang masih berlari, dia bingung ketika dia berada di depan rumah Pak Jendral, bisa-bisa Pak Jendral melihat sandalnya. Wajahnya kusut, pucat, bingung sendiri. Akhirnya dia kembali lari lalu sembunyi di belakang kandang ayam, yang berada di belakang rumahnya, mungkin tempat yang paling aman baginya.
“Di, sedang apa kau disitu?” Pak Jendral melihat Andi yang sedang jongkok.
“Eh, Pak Jendral, anu pak, ini lagi...” Andi bingung harus jawab apa.
“Kenapa kamu?” Pak Jendral menghampiri Andi.
“Tidak apa...” Belum selasai Andi menjawab, Pak Jendral kaget.
“Kau! Kau! Pencuri sandalku!” Sambil menunjuk lurus ke muka Andi, muka Pak Jendral merah.
Tanpa Ba-bi-bu, Pak Jendral menyeret Andi ke warung tadi, semua orang heran, tidak percaya kalau Andi yang mencuri.
Sampai di pangkalan ojek yang jaraknya hanya tiga meter dari warung, tubuh andi sudah tak karuan, luka-luka, berdebu, meringis kesakitan. Orang-orang di pangkalan ojek tertawa, menikmati siksaan Andi, perkiraan mereka benar, meraka memaki! Mengumpat!
“Pak, Pak!” Lelaki berbadan kekar berlari, berteriak memangil dari belakang Pak Jendral yang sedang dikuasai iblis.
“Apa! Tak terima kau? Anak buah tidak boleh ikut-ikut!”
“Bukan! Yang mencuri sandal Pak Jendral, anak bapak sendiri!” Lelaki itu ketakutan.
“Apa! Jangan bohong kau!” Pak Jendral tak percaya.
“Di kamar anak bapak banyak sandal bapak yang hilang, tadi saya lihat waktu anak bapak merapikan sandal-sandal itu di bawah dipan,” jelas lelaki itu masih ketakutan.
Dilepasnya tangan Andi, dia tergeletak begitu saja. Pak Jendral langsung pulang, geram dengan kelakuan anaknya, juga tak dapat menyembunyikan muka di depan orang banyak.
***
“Dasar! anak kurang ajar! buat apa mencuri sandal ayah?” muka Pak Jendral merah padam.

“Karena Ayah sombong, pamer! Sandal Ayah yang mahal ini cuma dipakai di Masjid, ” jawab anak Jendral itu sembari menunduk. 


0 komentar:

Posting Komentar

Like us on Facebook
Follow Me on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS